EKSISTESI SAKSI MAHKOTA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA
Keywords:
Alat Bukti, Saksi Mahkota, Splitsing, EvidenceAbstract
Keterangan saksi dalam kedudukannya sebagai alat bukti dimaksudkan untuk membuat terang suatu perkara yang sedang diperiksa diharapkan dapat menimbulkan keyakinan pada hakim, bahwa suatu tindak pidana itu benar-benar telah terjadi dan terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana tersebut. Seringkali dalam berbagai sidang pembuktian perkara pidana, muncu lalat bukti yang disebut dengan istilah ”saksi mahkota”. Pada dasarnya, istilah saksi mahkota tidak disebutkan secara tegas dalam KUHAP. Penggunaan alat bukti saksi mahkota hanya dapat dilihat dalam perkara pidana yang berbentuk penyertaan, dan terhadap perkara pidana tersebut telah dilakukan pemisahan (splitsing) sejak proses pemeriksaan pendahuluan di tingkat penyidikan.
Selain itu, munculnya dan digunakannya saksi mahkota dalam perkara pidana yang dilakukan pemisahan tersebut didasarkan pada alas an karena kurangnya alat bukti yang akan diajukan oleh penuntut umum. Istilah “saksi mahkota” tidak terdapat dalam KUHAP, tapi dalam praktik dan berdasarkan perspektif empiric saksi mahkota itu ada. Di sini yang dimaksud “saksi mahkota” adalah saksi yang berasal dan/atau diambil dari salah seorang atau lebih tersangka atau terdakwa lainnya yang bersama-sama melakukan perbuatan pidana dan dalam hal mana kepada saksi tersebut diberikan mahkota.
Mahkota yang diberikan kepada saksi yang berstatus terdakwa tersebut adalah dalam bentuk ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya atau diberikan suatu tuntutan yang sangat ringan apabila perkaranya dilimpahkan ke pengadilan atau dimaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan saksi tersebut. Dalam perkembangannya, ternyata muncul berbagai pendapat, baik yang berasal dari praktisi maupun akademisi, mengenai penggunaan saksi mahkota sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana.