ANALISIS PENETAPAN HAKIM DALAM PEMBERIAN IZIN PERKAWINAN BEDA AGAMA DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR
DOI:
https://doi.org/10.35965/ijlf.v2i1.139Keywords:
UU No. 1/1974, Penetapan Hukum, Perkawinan, Beda Agama, MakassarAbstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemberian izin perkawinan beda agama. Penelitian menggunakan metode kualitatif, yang bersumber dari data informan kunci, dokumen-dokumen dan wawancara serta bahan-bahan dari pustaka yang berlaku dan berkaitan dengan pemberian izin nikah beda di Pengadilan Negeri Makassar. Hasil penelitian menun-jukkan bahwa fenomena perkawinan beda agama yang terjadi di kalangan masyarakat Indonesia bisa menimbulkan berbagai macam permasalahan dari aspek hukum dan lingkungan masyarakat. Perkawinan beda agama menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 adalah perkawinan yang sah, karena berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974, perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Dari Pasal 2 ayat (1), berbunyi bahwa undang-undang perkawinan menyerahkan sahnya suatu perkawinan dari sudut agama, jika suatu agama memperbolehkan perkawinan beda agama maka perkawinan agama boleh dilakukan, tetapi jika suatu agama melarang perkawinan beda agama, maka tidak boleh melakukan perkawinan beda agama. Berda-sarkan hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa setiap agama di Indonesia melarang untuk melakukan perka-winan beda agama. Oleh karena itu, perkawinan beda agama adalah perkawinan yang tidak sah menurut undang-undang perka-winan, serta Hakim juga harus melihat bagaimana rumah tangga pelaku perkawinan beda agama ke depannya, karena sulit terjadi keharmonisan dalam keluarga jika masing-masing pasangan tunduk pada agama yang berbeda, dan rentan perse-lisihan antar pasangan dalam hal mengasuh anak.
This study aims to identify the licensing of interfaith marriages. The study uses qualitative methods, which are sourced from key informant data, documents and interviews as well as material from applicable libraries and are related to granting different marriage licenses in the Makassar District Court. The results showed that the phenomenon of interfaith marriages that occurred among Indonesian people could cause various kinds of problems from the legal aspects and the community environment. Interfaith marriage according to Law No. 1 of 1974 is a legal marriage, because based on Article 2 paragraph (1) of Marriage Law No. 1 of 1974, a legal marriage is a marriage conducted according to the law of each religion and belief. From Article 2 paragraph (1), it states that the marriage law gives up the validity of a marriage from the point of religion, if a religion allows interfaith marriages then religious marriages are permissible, but if a religion prohibits interfaith marriages, then no marriages may be of different marriages. religion. Based on the results of field research shows that every religion in Indonesia forbids interfaith marriages. Therefore, interfaith marriages are illegitimate marriages according to marriage law, and the Judge must also look at how households of interfaith marriages in the future, because harmony in the family is difficult if each partner is subject to different religions, and prone to disputes between partners in parenting.