PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PULAU SEBATIK DALAM PERSFEKTIF KEADILAN

Authors

  • Aslan Aslan Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Bosowa
  • Baso Madiong Program Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Bosowa
  • Almusawir Almusawir Program Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Bosowa

DOI:

https://doi.org/10.35965/jpan.v3i2.664

Keywords:

Pembentukan, Daerah otonom, Pulau Sebatik

Abstract

Berpegang pada asas desentralisasi, yaitu dalam penyelenggaraan pmerintahan di Indonesia, menyerahkan kekuasaan kepada kepala daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah, Negara kesatuan republik Indonesia. Undang-undang otonomi daerah telah mengalami beberapa kali perubahan, setelah diundangkannya pemerintah daerah nomor 23, tahun 2014, dengan adanya otonomi daerah diiharapkan dapat membuka peluang bagi setiap daerah untuk lebih mampu memberdayakan segala potensi yang dimiliki daerah dan masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan dan daerahnya kemajuan. Untuk itu, pemekaran Pulau Sebatik Sebatiksangat diharapkan masyarakat di pulau tersebut sehingga dapat mempermudah beberapa hal seperti proses administrasi, pelayanan kesehatan dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data melalui angket, observasi dan dokumentasi di Pulau Sebatik. Berdasarkan hasil hukum kepulauan sebatik maka layak dilakukan pembinaan karena syarat-syarat pembentukannya sudah terpenuhi, aspirasi masyarakat sebatik, dan potensi potensi daerah yang cukup. Daerah Otonom Pulau Sebatik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan aspirasi masyarakat telah terpenuhi Sehingga pelaksanaan pembentukan. Daerah Otonomi Pulau Sebatik masih kurang memadai, Terkait Sumber Daya Manusia Dalam Pembentukan.

Adhering to the principle of decentralization, like in the administration of government in Indonesia, hands over power to the regional head to carry out regional autonomy, the Unitary State of the Republic of Indonesia. The regional autonomy law has undergone several changes after the promulgation of the Regional Government Number 23 of 2014. With this regional autonomy, it is hoped that it will open up opportunities for each region to be more capable of empowering all the potential that the regions and communities have in realizing the welfare and progress of their regions. For this reason, the expansion of Sebatik Island is highly expected by residents on the island so as to facilitate several matters such as administrative processes, health services and so on. In this study the authors collected data through questionnaires, observations and documentation on Sebatik Island. Based on the results in the sebatik island law, it is appropriate for the formation to be carried out because the requirements for formation have been met, which are the aspirations of the sebatik community and the potential for regional potential that is sufficient. So that the implementation of the formation of the autonomous region of the Sebatik Island in accordance with statutory regulations and the aspirations of the community have been fulfilled. Those related to human resources, infrastructure, and capital in the formation of the Sebatik Island Autonomous Region are not yet adequate.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Alim, M., Ismail, I., & Nurkaidah, N. (2020). Optimalisasi Kinerja Unit Pelaksana Tingkat Daerah Balai Latihan Kerja Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Majene. Jurnal Paradigma Administrasi Negara, 2(1), 9–11.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta

Moh. Rofii Adji Sayketi, 2008, Peran Masyarakat dalam Otonomi Daerah” Cempaka Putih. Klaten.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Downloads

Published

2021-06-07

How to Cite

Aslan, A., Madiong, B., & Almusawir, A. (2021). PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PULAU SEBATIK DALAM PERSFEKTIF KEADILAN. Jurnal Paradigma Administrasi Negara, 3(2), 138–143. https://doi.org/10.35965/jpan.v3i2.664